Menu

Unknown Unknown Author
Title: Teknis Pemotongan PPh 21/26 - 2013 (Bagian 2)
Author: Unknown
Rating 5 of 5 Des:
Melanjutkan pembahasan pada Bagian 1 , maka pada bagian 2 ini kami akan menyampaikan teknis pemotongan PPh Pasal 21 khusus untuk penghasila...


Melanjutkan pembahasan pada Bagian 1, maka pada bagian 2 ini kami akan menyampaikan teknis pemotongan PPh Pasal 21 khusus untuk penghasilan yang diterima oleh Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala berdasarkan PER-31/PJ/2012.

1. Pengertian umum
Pegawai Tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.

Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

2. Dasar Pengenaan Pajak :
Bagi Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala, Dasar Pengenaan Pajak dihitung sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP.

3. Besarnya penghasilan neto bagi Pegawai Tetap adalah jumlah seluruh penghasilan bruto dikurangi dengan :
  • Biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00 sebulan atau Rp6.000.000,00 setahun; 
  • Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4. Besarnya penghasilan neto bagi Penerima Pensiun Berkala adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan :

Biaya pensiun, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp200.000,00 sebulan atau Rp2.400.000,00 setahun.

5. Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut:
  • Rp24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi; 
  • Rp2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; 
  • Rp2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
6. Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:
  • bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri; 
  • bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Catatan :
Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender.

7. Tarif Pajak
Tarif pajak yang diterapkan kepada Pegawai tetap dan penerima Pensiun Berkala adalah berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas Penghasilan Kena Pajak.

8. Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak terakhir, adalah tarif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:
  • a. Perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah penghasilan teratur dalam 1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas); 
  • b. Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur.

9. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap masa pajak adalah :
  • a. Atas penghasilan yang bersifat teratur adalah sebesar PPh terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud poin 8 huruf a dibagi 12 (dua belas); 
  • b. Atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah sebesar selisih antara PPh yang terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud pada poin 8 huruf b dengan PPh yang terutang atas jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud pada poin 8 huruf a.
10. Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pegawai Tetap terhitung sejak awal tahun kalender dan mulai bekerja setelah bulan Januari, termasuk pegawai yang sebelumnya bekerja pada pemberi kerja lain, banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali atau faktor pembagi adalah jumlah bulan tersisa dalam tahun kalender sejak yang bersangkutan mulai bekerja.

11. Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir adalah selisih antara PPh yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan.

12. Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pegawai Tetap hanya meliputi bagian tahun pajak maka perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bagian tahun pajak tersebut dihitung berdasarkan Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan, sebanding dengan jumlah bulan dalam bagian tahun pajak yang bersangkutan.

13. Dalam hal Pegawai Tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember dan jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan lebih besar dari PPh Pasal 21 yang terutang untuk 1 (satu) tahun pajak maka kelebihan PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut dikembalikan kepada Pegawai Tetap yang bersangkutan bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berhenti bekerja.




Tarif Pemotongan PPh 21 Bagi Penerima Penghasilan Yang Tidak Mempunyai NPWP

1. Bagi penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memiliki NPWP, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP.

2. Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana dimaksud poin 1 adalah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP.

3. Dalam hal Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun Berkala sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada poin 1 mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dalam tahun kalender yang bersangkutan (paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Desember), maka PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.

Saat Terutang PPh Pasal 21/26

1. PPh Pasal 21/26 terutang bagi Penerima Penghasilan pada saat dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

2. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 terutang bagi Pemotong PPh Pasal 21/26 untuk setiap masa pajak.

3. Saat terutang untuk setiap masa pajak sebagaimana dimaksud pada poin 2 adalah akhir bulan dilakukannya pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

Hak & Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21/26

1. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2. Pemotong PPh Pasal 21/26 wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 21/26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.

3. Pemotong PPh Pasal 21/26 wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21/26 untuk masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21/26 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

4. Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21/26 untuk setiap bulan kalender tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil.

5. Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh Pasal 21/26 yang terutang oleh pemotong PPh Pasal 21/26, maka kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21/26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui SPT Masa PPh Pasal 21/26.

6. Pemotong PPh Pasal 21/26 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun Berkala paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir.

7. Dalam hal Pegawai Tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember, bukti pemotongan PPh Pasal 21 harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.

8. PPh Pasal 21/26 yang dipotong untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

9. Pemotong PPh Pasal 21/26 wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21/26 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21/26 ke KPP tempat Pemotong terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

10. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 21/26 dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21/26 bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21/26 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.


Hak & Kewajiban Penerima Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21/26

1. Pegawai, penerima pensiun berkala, serta Bukan Pegawai wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada pemotong PPh Pasal 21/26 pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun.

2. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga, maka Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21/26 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya.

3. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26 berhak menerima bukti pemotongan PPh Pasal 21/26 atas penghasilan yang diterima atau diperoleh paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir.

4. Dalam hal Pegawai Tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember, maka berhak menerima bukti pemotongan PPh Pasal 21 paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.

About Author

Advertisement

Post a Comment Blogger

 
Top